Header Ads

Breaking News
recent

Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri China, Hadits Shohih atau Palsu.


Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China, Hadits Shohih atau Palsu.



A’udzubillaahi-minasy-syaithaanir-rajiim.
Bismillaah-hirrahmaanir-rahiim.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Ada yang mengatakan hadits yang berbunyi:
اُطْلُبُوْا العِلْمَ وَلَوْ في الصِّينِ
Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri China.
Redaksi lengkap hadits dimaksud ialah “Uthlub al-‘ilma walaw bi as-shini fa inna thalaba al-‘ilmi faridhatun ‘ala kulli muslimin” yang artinya “Tuntutlah ilmu meskipun di negeri Cina, karena mencari ilmu itu wajib bagi setiap Muslim.”
Sebagian orang menganggap  sebagai hadits dari Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam. Mari kita bahas permasalahan ini lebih lanjut.

Mengenai hadits tersebut, ada tiga jalur lain (sanad), sebagai berikut:
Jalur pertama, Ahmad bin ‘Abdillah, dari – Maslamah bin al-Qasim, dari – Yaqub bin Ishaq bin Ibrahim al-‘Asqalani, dari – ‘Ubaidillah bin Muhammad al-Firyabi, dari – Sufyan bin ‘Uyainah, dari – al-Zuhri, dari – Anas bin Malik, dari – (Nabi Saw). Hadits dengan riwayat/ sanad ini diriwayatkan oleh Ibn Abd al-Barr dan al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Imam.

Jalur kedua, Ibn Karram, dari – Ahmad bin Abdullah al-Juwaibari, dari – al-Fadhl bin Musa, dari – Muhammad bin ‘Amr, dari – Abu Salamah, dari – Abu Hurairah, dari – (Nabi Saw). Hadits dengan sanad ini diriwayatkan oleh Ibn Karram, dan tercantum dalam al-Mizan karya al-Dzahabi.

Jalur ketiga, Ibn Hajar al-‘Asqalani, dari – Ibrahim al-Nakha’i, dari – Anas bin Malik.
Hadits dengan sanad ini diriwayatkan sendiri oleh Ibn Hajar al-‘Asqalani, dan dicantumkan dalam karyanya sendiri, Lisan al-Mizan.

Keberadaan ketiga jalur sanad ini tetap saja tidak merubah status hadits tersebut. Adapun penyebabnya adalah: di sanad pertama, tercantum nama Yaqub bin Ishaq bin Ibrahim al-‘Asqalani, yang dinilai oleh al-Dzahabi sebagai al-Kadzdzab (pendusta besar).

Di sanad kedua, tercantum nama Ahmad bin Abdullah al-Juwaibari, yang termasuk sebagai pemalsu hadits. Sedang pada sanad ketiga, sesuai keterangan Ibn Hajar al-‘Asqalani, bahwa Ibrahim al-Nakha’i sesungguhnya tidak pernah mendengar apapun dari Anas bin Malik.

Secara umum, apabila terdapat sebuah hadits dhaif yang didukung oleh riwayat lain yang dhaif juga, maka statusnya bisa meningkat menjadi minimal hasan li ghairihi. Namun sayangnya, dalam kasus hadits “carilah ilmu meskipun ke negeri Cina” kasusnya berbeda karena tidak ada satupun dari keempat jalur hadits yang ada mempunyai status atau kualitas dhaif sekalipun.

Boleh jadi, karena begitu cepatnya kata mutiara ini menyebar, lama-kelamaan hal ini dianggap hadits, apalagi masyarakat mengetahui bahwa memang sudah sejak dulu masyarakat Cina terkenal mempunyai kebudayaan yang tinggi.
Kepalsuan hadits “tuntulah ilmu sampai ke negeri Cina”  terdapat dalam redaksi lengkapnya yang berbunyi: “Uthlub al-‘ilma walaw bi as-shini fa inna thalaba al-‘ilmi faridhatun ‘ala kulli muslimin.” Redaksi ini, sebenarnya bisa dipenggal menjadi dua kalimat: “uthlub al-‘ilma walaw bi as-shini”; dan “thalaba al-‘ilmi faridhatun ‘ala kulli muslimin.”

Penyebab kepalsuan hadits ini adalah penggalan kalimat pertama. Sedangkan penggalan kedua, jika ia berdiri sendiri, lalu disampaikan kepada umat, maka itu mempunyai status shahih. Jadi, jika ada orang mengatakan bahwa ia membaca, menyampaikan, atau mendapat hadits, yang artinya berbunyi: “Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim,” maka hadits itu statusnya adalah hadits sahih.
Sebab, hadits itu memang berasal dari Nabi Salallahu ‘alaihi wasallam.yang antara lain, diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Imam, oleh al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Shagir dan al-Mu’jam al-Awsath, dan oleh al-Khatib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad.

Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah. Beliau rahimahullah pernah menjabat sebagai Ketua Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi. Beliau adalah pakar dalam masalah hadits. Semoga Allah memberi kemudahan dalam hal ini.
Syaikh Isma’il bin Muhammad Al ‘Ajlawaniy rahimahullah telah membahas panjang lebar mengenai derajat hadits ini dalam kitabnya ‘Mengungkap kesamaran dan menghilangkan kerancuan terhadap hadits-hadits yang sudah terkenal dan dikatakan sebagai perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam’ pada index huruf hamzah dan tho’.

Dalam kitab beliau tersebut, beliau mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi, Al Khotib Al Baghdadi, Ibnu ‘Abdil Barr, Ad Dailamiy dan selainnya, dari Anas radhiyallahu ‘anhu. Lalu beliau menegaskan lemahnya (dho’ifnya) riwayat ini. Dinukil pula dari Ibnu Hibban, pemilik kitab Shohih, beliau menyebutkan tentang batilnya hadits ini. Sebagaimana pula hal ini dinukil dari Ibnul Jauziy, beliau memasukkan hadits ini dalam Mawdhu’at (kumpulan hadits palsu).

Dinukil dari Al Mizziy bahwa hadits ini memiliki banyak jalan, sehingga bisa naik ke derajat hasan.
Adz Dzahabiy mengumpulkan riwayat hadits ini dari banyak jalan. Beliau mengatakan bahwa sebagian riwayat hadits ini ada yang lemah (wahiyah) dan sebagian lagi dinilai baik (sholih).

Dengan demikian semakin jelaslah bagi para penuntut ilmu mengenai status hadits ini. Mayoritas ulama menilai hadits ini sebagai hadits dho’if (lemah). Ibnu Hibban menilai hadits ini adalah hadits yang bathil. Sedangkan Ibnul Jauziy menilai bahwa hadits ini adalah hadits maudhu’ (palsu).

Adapun perkataan Al Mizziy yang mengatakan bahwa hadits ini bisa diangkat hingga derajat hasan karena dilihat dari banyak jalan, pendapat ini tidaklah bagus (kurang tepat). Alasannya, karena banyak jalur dari hadits ini dipenuhi oleh orang-orang pendusta, yang dituduh dusta, suka memalsukan hadits dan semacamnya. Sehingga hadits ini tidak mungkin bisa terangkat sampai derajat hasan.

Al-‘Uqaili, al-Bukhari, al-Nasa’i, dan Abu Hatim, sepakat bahwa Abu ‘Atikah Tarif bin Sulaiman merupakan orang yang tidak dapat dipercaya. Sementara dari segi materi hadis, baik Ibn Hibban maupun Ahmad bin Hanbal sama-sama menentang keras keberadaan sabda Nabi semacam ini. Ibn Hibban bahkan mengatakan bahwa hadis tersebut adalah hadis bathil la ashla lahu (batil, palsu, tidak ada dasarnya).
Kyai Ali Mustafa Yaqub (Alm) yang pernah menjabat sebagai imam besar masjid Istiqlal, dalam bukunya berjudul Hadits-hadits Bermasalah (2003) memberikan catatan menarik terkait hal ini. Menurutnya, banyak hadits palsu yang terlanjur populer di masyarakat dan digunakan dalam berbagai kegiatan dakwah oleh para penceramah yang kurang peka.
Hadits-hadits tersebut bahkan menjadi dasar amaliah ibadah mereka yang kurang jeli dan tidak memperhatikan keotentikan suatu hadits. Padahal, beberapa kalangan umat Islam seringkali mempertanyakan keotentikan hadits ketika berdebat mengenai sebuah dalil.
Dalam penelusuran Prof. Ali Mustafa Yaqub, hadis “Carilah Ilmu Meskipun di Negeri Cina” diriwayatkan oleh beberapa periwayat, antara lain: Ibn ‘Ady (w. 356 H) dalam al-Kamil fi al-Dhu’afa al-Rijal, Abu Nu’aim (w. 430 H) dalam Akhbar Ashbihan, al-Khatib al-Baghdadi (w. 463 H) dalam Tarikh Baghdad dan al-Rihlah fi Thalab al-Hadits, Ibn Hibban (w. 254 H) dalam al-Majruhin, dan lain-lain. Mereka semua menerima hadis dari: al-Hasan bin ‘Atiyah, dari Abu ‘Atikah Tarif bin Sulaiman, dan dari Anas bin Malik, (dari Nabi Salallahu ‘alaihi wasallam.).
Dari beberapa keterangan yang berhasil dihimpun, didapat kesimpulan bahwa hadits ini berstatus palsu (maudhu’). Faktor yang menyebabkan hadis ini palsu karena dalam rangkaian sanad terdapat nama Abu ‘Atikah Tarif bin Sulaiman, yang dikenal oleh para ulama hadits tidak mempunyai kredibilitas sebagai periwayat hadits dan suka memalsukan hadits.
Secara keseluruhan, terdapat 33 hadits yang menurut beliau bermasalah baik dari sisi sanad maupun matannya sebagaimana termuat dalam buku Hadits-hadits Bermasalah (2003). Hadits-hadits tersebut bahkan tergolong lemah (dha’if) dan palsu (maudhu’). “Tuntulah ilmu meskipun di negeri Cina” merupakan satu dari 33 hadits yang dibahas dalam buku tersebut.

Dan syarat hadits dikatakan shohih adalah semua periwayat dalam hadits tersebut adalah adil (baik agamanya), dhobith (kuat hafalannya), sanadnya bersambung, tidak menyelisihi riwayat yang lebih kuat, dan tidak ada illah (cacat). Inilah syarat-syarat yang dijelaskan oleh para ulama dalam kitab-kitab Mustholah Hadits (memahami ilmu hadits).



Kesimpulan:
Hadits penggalan “Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri China.” Dengan redaksi lengkap hadits  Uthlub al-‘ilma walaw bi as-shini fa inna thalaba al-‘ilmi faridhatun ‘ala kulli muslimin” yang artinya “Tuntulah ilmu meskipun di negeri Cina, karena mencari ilmu itu wajib bagi setiap Muslim.”, menganggap  sebagai hadits dari Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam, adalah berstatus hadits palsu (maudhu’).
Hadits yang shahih digandengkan dengan hadist yang palsu, sehingga orang menyangka hadits tersebut asli, sehingga banyak digunakan dalam memotivasi agar belajar.

Semoga bermanfaat.
Wallahu’alam.
Jazakallah Khairan, Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. 
(Sebagai ganti ucapan terima kasih).
Wasalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Tidak ada komentar:

Empat Malaikat yang Menyertai Manusia.

Empat Malaikat yang Menyertai Manusia. A’udzubillaahi-minasy-syaithaanir-rajiim. Bismillaah-hirrahmaanir-rahiim. Assalamu’a...

Copyright © andre. Diberdayakan oleh Blogger.